We are here to give you information about tourist spots awesome in South Sulawesi. We are not a travel agency you must pay dearly. we are here to give you the ease of travel in our country, with a sense of comfort that you would feel. We will help you to continue to feel safe and comfortable to your destination. +6285299975223 information wawan / South Sulawesi Indonesia

Selasa, 04 November 2014

Sejarah dan Kebudayaan Gowa

A. SEJARAH DAN ASAL USUL GOWA
1. Asal Usul Nama Gowa
Nama Gowa hingga saat ini belum diketahui pasti asal usulnya, mengingat belum ada sebuah buku lontarak pun yang menerangkannya, hanya saja ada beberapa pendapat dari ahli sejarah seperti Ahmad Makka Rausu Amansya Daeng Ngilau, mengemukakan bawah nama Gowa mungkin sekali berasal dari kata “GOARI” yang berarti “kamar atau bilik”. Kemudian Prof. Mattulada menerangkan makna kata Gaori itu berarti “Penghimpunan” ke dalam suatu tempat atau ruangan. Biasanya penghimpunan sejumlah (pemimpin) kaum secara bersama-sama menyatukan diri dalam suatu persekutuan teritorial.
Menurut Andi Ijo Karaeng, nama Gowa sebenarnya berasal dari perkataan ‘Gua” yang berarti “liang” di mana sekitar tempat Hulah ditemukan hadirnya Tumanurunga sebutan. Lahirnya penyebutan Gowa sebagai nama kerajaan, mungkin juga tidak terlepas dari sejarah pengangkatan Tumanurunga menjadi raja Gowa pertama. Diriwayatkan pada masa sebelum hadir Tumanurunga di butta Gowa, ketika itu Gowa berbentuk kerajaan-kerajaan kecil yang mengikatkan diri dalam bentuk persekutuan (Bondgenoot) atau pemerintahan gabungan (Federasi) di bawah penguasaan Paccailaya (ketua dewan hakim pemisah). Kesembilan Kasuwiang disebut juga Kasuwiang Salapanga atau “Sembilan kelompok kaum” yang mewakili masing-masing dalam persekutuan itu ialah :
1. Kasuwiang Tombolo
2. Kasuwiang Lakiung
3. Kasuwiang Samata
4. Kasuwiang Parang-parang
5. Kasuwiang Data
6. Kasuwiang Agang Je’ne
7. Kasuwiang Bisei
8. Kasuwiang Kailing
9. Kasuwiang Sero
Kondisi tanah Gowa masa sebelum hadirnya Tumanurunga senantiasa dilanda perang saudara antara Gowa bagian utara dan Gowa bagian selatan seberang Jeneberang. Oleh karena itu diperlukanlah seorang pemimpin yang berwibawa untuk mengatasinya. Diriwayatkan terdengarlah berita oleh Paccallaya bahwa ada seorang putri yang turun dari atas bukit Tamalate tepatnya di Taka’bassia. Orang-orang yang berada di Bontobiraeng melihat sesuatu di sebelah utara seberkas cahaya di atas, bergerak perlahan-lahan turun ke bawah ternyata menuju Taka’bassia tepatnya persis di atas sebuah bongkahan batu perbukita. Gallarang mangasa dan tombolok yang memang diserahi tugas mencari tokoh yang bisa menjadi pemersatu kaum dalam persekutuan Butta Gowa. Paccailaya bersama kesembilan kasuwiang bergegas ke Taka’bassia. Mereka duduk mengelilingi cahaya tersebut sambil bertafakkur. Serta merta dari cahaya menjelma wujud manusia, seorang wanita cantik menakjubkan dengan memakai pakaian kebesaran yang mengagumkan kasuwiang salapanga dan paccallaya tak mengetahui nama dari puteri ratu tersebut sehingga diberi nama “Tumarunung Bainea” atau Tumarununga yang artinya orang (wanita) yang menjelma yang turun dari atas dan tidak diketahui asal usulnya.
Paccallaya dan kasuwiang salapangan kemudian bersepakat menjadikan Tumanurunga raja, dan memberitahukan kepada oragn-orang yang berperang agar menghentikan pertempuran. Paccallaya kemudian mendekati Tumanurunga dan bersembah “Sombangku!” (Tuanku) kami datang semua ke hadapan sombangku, kiranya sombangku sudi menetap di negeri kami dan sombakulah yang merajai kami”. Permohonan Paccallaya pun dikabulkan oleh Tumanurunga dan berseru kepada orang banyak yang hadir di tempat itu, “Sombai karaengnu tu Gowa!” (sembahlah rajamu hai orang Gowa), maka gemuruhlah orang banyak “Sombangku”. Mungkin sejak itulah bermula nama Gowa dipergunakan secara resmi sebagai sebutan bagi kerajaan Gowa.

2. Sejarah Ringkas Gowa
Masa sebelum kemerdekaan
Berdasarkan bukti sejarah, maka dapat dipastikan bahwa sejarah Indonesia sebenarnya harus dibagi tiga periode sebelum terbentuknya Republik Indonesia yang merdeka dan bersatu. Pertama, periode Sriwijaya di Palembang, Kedua Majapahit di Jawa Timur dan Ketiga Gowa di Sulawesi Selatan. Ketiga kerajaan dalam periode masing-masing memiliki pengaruh dan kekuasaan yang lebih luas dari seluruh kerajaan yang pernah ada di tanah air. Kerajaan Gowa dari Kawasan Timur di abad VI-XVII menguasai dua pertiga nusantara.
Kapan waktu permulaan lahirnya Kerajaan Gowa dan kemudian menjadi imperium tersebut, sampai kini belum diketahui pasti buku lontarak sendiri yang merupakan sumber utama tentang hal itu terlalu ringkas menerangkannya. Dalam lontarak hanya dikemukakan, bahwa sebelum Gowa diperintah seorang putri yang dinamakan Tumanurunga, ada empat raja sebelumnya pernah mengendalikan Gowa purba berturut-turut yaitu :
1. Batara Guru
2. Saudara Batara Guru yang dibunuh oleh Tatali, tidak diketahui nama aslinya.
3. Ratu Sapu atau Marancai
4. Karaeng Katangka, yang nama aslinya juga tidak diketahui.
Dari mana asal keempat raja tersebut, dan bagaimana cara pemerintahannya tidak diketahui pula, tetapi mungkin pada zaman mereka pula Gowa purba terdiri dari sembilan negeri dan mungkin juga lebih yang dikepalai seorang penguasa sebagai raja kecil. Sesudah pemerintahan Karaeng Katangka, maka sembilan kerjaan kecil bergabung dalam bentuk pemerintahan Federasi yang diketuai seorang pejabat disebut Paccallaya yang diangkat kalangan mereka. Kesembilan kerajaan yang tergabung itulah yang disebut Kasuwirang Salapanga.
Sebagaimana digambarkan dalam uraian asal usul Gowa di atas, jelaskan tonggak peristiwa sejarah yang menandai terbentuknya kerajaan Gowa secara resmi adalah dimulai ketika kehadiran Tumanurunga di Taka’bassia Tamalate berdasarkan atas perjanjian pemerintahan (Government Contract) antara Tumanurunga dengan sembilan Kasuwiang yang terjadi kira-kira tahun 1300 sesuai kesepakatan antara Tumanurunga dengan kesembilan Kasuwiang itu, dinyatakan berdirinya sebuah kerajaan berdasarkan kesediaan kesembilan Kasuwiang menyerahkan daerahnya masing-masing dan tunduk di bawah pemerintahan Tumanurunga sebagai “Somba Ri Gowa” (Raja Gowa) yang sekaligus merupakan simbol persatuan seluruh orang Makassar pada saat itu.
Masa pemerintahan Tumanurunga berlangsung sejak tahun 1320-1345. Sejak itu pemerintahan di bawah Tumanurung, pemerintahan berlangsung aman tanpa ada lagi bentrok fisik. Diriwayatkan bahwa raja Tumanurunga kemudian kawin dengan Karaeng Bayo, seorang pendatang yang tidak diketahui asal muasal dan negerinya, hanya dikatakan berasal dari arah selatan bersama seorang temannya bernama Lakipadada. Dari perkawinan tersebut lahirlah Tumassalangga Baraya yang menjadi raja Gowa kedua (1345-1370) setelah pemerintahan ibunya.
Diriwayatkan bahwa sejak raja Gowa pertama hingga raja Gowa VIII Pakere’-Tau Tunijallo dipusatkan di Tamalate ialah tempatnya dibangun istana Raja Gowa pertama dan merupakan ibu kota pertama kerajaan Gowa sebelum berpindah ke Somba Opu.

Masa Sesudah Kemerdekaan
Pada awal dicetuskannya Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, yang menandai gabungan seluruh daerah nusantara ke dalam negara kesatuan, rakyat Gowa tetap tampil berjuang mempertahankan kemerdekaan dari ancaman Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia. Daerah Gowa merupakan basis utama gerakan seperti Lipang Bajeng, Macan Putih (Macan Keboka) dan Harimau Indonesia, beserta pangkalan tokoh-tokoh seperti Wolter Menginsidi, Emmi Saelan dan Ranggong Daeng ROmo. Hal yang patut diketahui lebih jauh adalah reorganisasi pemerintahan Gowa sesudah Kemerdekaan di zaman NIT (Negara Indonesia Timur) ketika Raja Gowa XXXVI, Andi Ijo Karaeng Lalolang Putera I Mangimangi Daeng Matutu Karaeng Bontonompo (Raja Gowa XXXV) dilantik pada tanggal 25 April 1947, walaupun pengangkatannya disahkan pemerintahan Belanda pada September 1946.
Sejarah pemerintah Gowa mengalami perubahan sesuai dengan sistem pemerintahan Republik Indonesia. Setelah NIT dibubarkan dan berlaku sistem pemerintahan parlementer berdasarkan UUD 1950, dan lebih khusus memenuhi Undang-Undang Darurat No. 2 tahun 1957, maka daerah Swapraja yang bergabung dalam Onderafdeling Kabupaten Makassar dibubarkan.
Kemudian pada tahun 1971, Gowa terpaksa dihadapkan kepada suatu pilihan yang sulit ditolak atas PP No. 51/1971 tentang perluasan wilayah Kota Madya Ujung Pandang sebagai ibu kota Propinsi Sulawesi Selatan. Berdasarkan PP tersebut Gowa akhirnya menyerahkan sebagian wilayahnya, yaitu kecamatan Panakukang dan Kecamatan Tamalate, beserta Desa Barombong (sebelumnya adalah salah satu desa dari kecamatan Pallangga). Jumlah seluruhnya 10 desa yang dialihkan masuk dalam wilayah administratif Kota Madya Ujung Pandang
Share:

0 komentar :

Posting Komentar

About

We are here to give you information about tourist spots awesome in South Sulawesi. We are not a travel agency you must pay dearly. we are here to give you the ease of travel in our country, with a sense of comfort that you would feel. We will help you to continue to feel safe and comfortable to your destination. +6285299975223 information wawan / South Sulawesi Indonesia
Diberdayakan oleh Blogger.

Blogger templates